Shofia Rija
Sabtu, 30 November 2013
Kamis, 28 November 2013
Selasa, 26 November 2013
Penanganan Zat Kimia di Laboratorium
Penggunaan bahan kimia merupakan hal penting bagi laboratorium. Sifat B-3 dari bahan kimia seperti mudah meledak, toksik, korosif, mudah terbakar dan merusak lingkungan, dapat menimbulkan kecelakaan atau gangguan kesehatan. Hal ini menuntut pekerja Laboratorium untuk dapat mengelola penggunaan dan penyimpanan bahan kimia secara baik sesuai dengan karakteristiknya.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan kimia di laboratorium:
1. Aman
Karena alat dan bahan laboratorium relative mahal maka alat disimpan untuk menghindairi pencurian dan kerusakan. Aman juga berarti tidak menimbulkan akibat rusaknya alat dan bahan sehingga fungsinya tidak akan berkurang.
2. Mudah dicari
Untuk memudahkan pencarian alat dan bahan, perlu diberi tanda/kode dengan menggunakan label pada setiap tempat penyimpanan alat (lemari, rak atau laci).
3. Mudah diambil
Penyimpanan alat dan bahan membutuhkan ruang penyimpanan seperti lemari, rak dan laci yang ukurannya disesuaikan dengan luas ruangan yang tersedia.
Selain prinsip di atas, hal - hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan penataan bahan kimia diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards), pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi resiko bahaya (hazard information). Dan dalam penyimpanan bahan – bahan kimia yang juga harus diperhatikan diantaranya adalah wujud zat, konsentrasi zat, bahaya dari zat, label, kepekaan zat terhadap cahaya, dan kemudahan zat tersebut menguap.
Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat kebahayaannya. Penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium di dasarkan pada wujud dari zat tersebut (padat, cair dan gas), sifat-sifat zat (Asam dan basa), sifat bahaya zat (korosif, mudah terbakar, racun dll), seberapa sering zat tersebut digunakan.
Cara menyimpan bahan-bahan kimia sama hanya dengan menyimpan alat-alat laboratorium, sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti :
1. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastic sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
2. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastic.
3. Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus disimpan daam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup.
4. Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dapat disimpan dalam botol berwarna bening.
5. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
6. Bahan disimpan dalam botol yang diberi symbol karakteristik masing-masing bahan
7. Sebaiknya bahan disimpan dalam botol induk yang berukuran besar.
Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia yang baik adalah di ruangan khusus, tidak bercampur dengan tempat kegiatan praktikum berjalan. Kelembaban ruangan harus benar-benar diperhatikan untuk mencegah agar bahan tidak mudah rusak. Tempat penyimpanan bahan cair seperti asam, kloroform sebaiknya di simpan di lemari asam, sedangkan untuk bahan yang tidak berbahaya dapat disimpan dalam lemari tersendiri.
Syarat-syarat penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium.
1. Bahan mudah terbakar
Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena udara, terkena benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Bunga api dapat menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organik dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Cairan yang terbakar di bawah temperatur -40 C, misalnya karbon disulfida, eter, benzena, aseton.
b. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -40 C – 210 C, misalnya etanol dan methanol
c. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur 210 C – 93,50 C, misalnya kerosin (minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak baker.
Syarat penyimpanan:
· Temperatur dingin dan berventilasi,
· Tersedia alat pemadam kebakaran,
· Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok.
2. Bahan mudah meledak
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “explosive“ (E) dapat meledak dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari panas dan api
· Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis
3. Bahan beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “very toxic (T+)” dan “toxic (F)” dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi sangat rendah jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit. Contoh: kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene, atripin, sublimat, persenyawaan sianida, arsen, dan gas karbon monoksida dari aliran gas.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauh dari bahaya kebakaran
· Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan
· Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
· Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang dipergunakan
4. Bahan korosif
Bahan dan formulasi dengan notasi “corrosive (C)” adalah merusak jaringan hidup. Contoh asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan :
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Wadah tertutup dan beretiket
· Dipisahkan dari zat-zat beracun
5. Bahan Oksidator
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ”oxidizing (O)“ biasanya tidak mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah dapat menimbulkan ledakan dahsyat, terutama peroksida. Contoh: Chlorat, Perklorat, Bromat, Peroksida, Asam Nitrat, Kalium Nitrat, Kalium Permanganat, Bromin, Klorin, Fluorin, dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen (dalam kondisi tertentu).
Syarat penyimpanan :
· Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
· Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor
6. Bahan reaktif terhadap air
Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida.
Syarat penyimpanan :
· Temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi
· Jauh dari sumber nyala api atau panas
· Bangunan kedap air
· Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)
7. Bahan reaktif terhadap asam
Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau beracun, contoh: natrium, hidrida, sianida.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam
· Ruangan penyimpan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk kantong-kantong hidrogen
· Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja
8. Gas bertekanan
Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder.
Syarat penyimpanan:
· Disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat
· Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari
· Jauh dari api dan panas
· Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu penyimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida jika kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan akan semakin besar jumlah peroksida. Isopropil eter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter tidak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama enam bulan. Dan juga bahan – bahan kimia lainnya yang memiliki sifat khasnya masing- masing yang harus diperhatikan oleh pengelola laboratorium.
Selain penanganan untuk bahan – bahan kimia yang belum dipergunakan, maka penanganan untuk proses pembuangan limbah laboratorium juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda.
1. Pembuangan langsung dari laboratorium.
Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalamj air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.
2. Pembakaran terbuka.
Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
3. Pembakaran dalam insenerator.
Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
4. Dikubur didalam tanah
Dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.
Referensi
Budimarwanti, C.,(2012) Pengelolaan Alat dan Bahan di laboratorium Kimia, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp.pdf.
Edy Saputra, Yoky., (2008), Pembuangan dan Penanganan Bahan Kimia Tumpahan di Laboratorium, http://chem-is-try.org/Pembuangan-dan-Penanganan-Bahan-Kimia-Tumpahan-di-Laboratorium.html.
Fitriani, Aulia., (2012), Kiat Menyimpan Alat dan Bahan Kimia di Lab, http:// Bapelkes-Cikarang.com/ Kiat-Menyimpan-Alat-dan-Bahan-Kimia-di-Lab.html
Kadarohman, A., (2007), Manajemen Laboratorium IPA,DEPAG RI; Jakarta. http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196305091987031-r._asep_kadarohman/manajemen_laboratorium_ipa_depag.pdf.
Mardhiah, Ainun., (2012), Pedoman Penyimpanan Zat Kimia Di Laboratorium Untuk Kesehatan Dan Keamanan, http://www.Ainun- Mardhiah.blogspot.com/Pedoman-Penyimpanan- Zat-Kimia-Di-Laboratorium-Untuk-Kesehatan-Dan-Keamanan.html.
Muchtaridi, Keselamatan kerja di laboratorium Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD http://www.keselamatankerjalaboratorium,pdf.
Situmorang, M., (2013), Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium, PPS Unimed, Medan.
The National Academies, Keselamatan dan keamanan laboratorium kimia, National Research Council, http://dels.nas.edu/resources/static-assets/bcst/miscellaneous/Quick-Guide-Indonesian.pdf. (Diakses tanggal 2 Agustus 2012).
Widjajanti, Endang., (2003), Pengelolaan Bahan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yokyakarta; Yokyakarta.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan kimia di laboratorium:
1. Aman
Karena alat dan bahan laboratorium relative mahal maka alat disimpan untuk menghindairi pencurian dan kerusakan. Aman juga berarti tidak menimbulkan akibat rusaknya alat dan bahan sehingga fungsinya tidak akan berkurang.
2. Mudah dicari
Untuk memudahkan pencarian alat dan bahan, perlu diberi tanda/kode dengan menggunakan label pada setiap tempat penyimpanan alat (lemari, rak atau laci).
3. Mudah diambil
Penyimpanan alat dan bahan membutuhkan ruang penyimpanan seperti lemari, rak dan laci yang ukurannya disesuaikan dengan luas ruangan yang tersedia.
Selain prinsip di atas, hal - hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan penataan bahan kimia diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards), pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi resiko bahaya (hazard information). Dan dalam penyimpanan bahan – bahan kimia yang juga harus diperhatikan diantaranya adalah wujud zat, konsentrasi zat, bahaya dari zat, label, kepekaan zat terhadap cahaya, dan kemudahan zat tersebut menguap.
Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat kebahayaannya. Penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium di dasarkan pada wujud dari zat tersebut (padat, cair dan gas), sifat-sifat zat (Asam dan basa), sifat bahaya zat (korosif, mudah terbakar, racun dll), seberapa sering zat tersebut digunakan.
Cara menyimpan bahan-bahan kimia sama hanya dengan menyimpan alat-alat laboratorium, sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti :
1. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastic sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
2. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastic.
3. Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus disimpan daam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup.
4. Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dapat disimpan dalam botol berwarna bening.
5. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
6. Bahan disimpan dalam botol yang diberi symbol karakteristik masing-masing bahan
7. Sebaiknya bahan disimpan dalam botol induk yang berukuran besar.
Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia yang baik adalah di ruangan khusus, tidak bercampur dengan tempat kegiatan praktikum berjalan. Kelembaban ruangan harus benar-benar diperhatikan untuk mencegah agar bahan tidak mudah rusak. Tempat penyimpanan bahan cair seperti asam, kloroform sebaiknya di simpan di lemari asam, sedangkan untuk bahan yang tidak berbahaya dapat disimpan dalam lemari tersendiri.
Syarat-syarat penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium.
1. Bahan mudah terbakar
Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena udara, terkena benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Bunga api dapat menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organik dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Cairan yang terbakar di bawah temperatur -40 C, misalnya karbon disulfida, eter, benzena, aseton.
b. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -40 C – 210 C, misalnya etanol dan methanol
c. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur 210 C – 93,50 C, misalnya kerosin (minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak baker.
Syarat penyimpanan:
· Temperatur dingin dan berventilasi,
· Tersedia alat pemadam kebakaran,
· Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok.
2. Bahan mudah meledak
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “explosive“ (E) dapat meledak dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin, TNT.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari panas dan api
· Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis
3. Bahan beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “very toxic (T+)” dan “toxic (F)” dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi sangat rendah jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit. Contoh: kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene, atripin, sublimat, persenyawaan sianida, arsen, dan gas karbon monoksida dari aliran gas.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauh dari bahaya kebakaran
· Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan
· Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
· Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang dipergunakan
4. Bahan korosif
Bahan dan formulasi dengan notasi “corrosive (C)” adalah merusak jaringan hidup. Contoh asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan :
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Wadah tertutup dan beretiket
· Dipisahkan dari zat-zat beracun
5. Bahan Oksidator
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ”oxidizing (O)“ biasanya tidak mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah dapat menimbulkan ledakan dahsyat, terutama peroksida. Contoh: Chlorat, Perklorat, Bromat, Peroksida, Asam Nitrat, Kalium Nitrat, Kalium Permanganat, Bromin, Klorin, Fluorin, dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen (dalam kondisi tertentu).
Syarat penyimpanan :
· Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
· Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor
6. Bahan reaktif terhadap air
Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida.
Syarat penyimpanan :
· Temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi
· Jauh dari sumber nyala api atau panas
· Bangunan kedap air
· Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)
7. Bahan reaktif terhadap asam
Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau beracun, contoh: natrium, hidrida, sianida.
Syarat penyimpanan:
· Ruangan dingin dan berventilasi
· Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam
· Ruangan penyimpan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk kantong-kantong hidrogen
· Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja
8. Gas bertekanan
Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder.
Syarat penyimpanan:
· Disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat
· Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari
· Jauh dari api dan panas
· Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu penyimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida jika kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan akan semakin besar jumlah peroksida. Isopropil eter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter tidak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama enam bulan. Dan juga bahan – bahan kimia lainnya yang memiliki sifat khasnya masing- masing yang harus diperhatikan oleh pengelola laboratorium.
Selain penanganan untuk bahan – bahan kimia yang belum dipergunakan, maka penanganan untuk proses pembuangan limbah laboratorium juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda.
1. Pembuangan langsung dari laboratorium.
Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalamj air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.
2. Pembakaran terbuka.
Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
3. Pembakaran dalam insenerator.
Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
4. Dikubur didalam tanah
Dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.
Referensi
Budimarwanti, C.,(2012) Pengelolaan Alat dan Bahan di laboratorium Kimia, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp.pdf.
Edy Saputra, Yoky., (2008), Pembuangan dan Penanganan Bahan Kimia Tumpahan di Laboratorium, http://chem-is-try.org/Pembuangan-dan-Penanganan-Bahan-Kimia-Tumpahan-di-Laboratorium.html.
Fitriani, Aulia., (2012), Kiat Menyimpan Alat dan Bahan Kimia di Lab, http:// Bapelkes-Cikarang.com/ Kiat-Menyimpan-Alat-dan-Bahan-Kimia-di-Lab.html
Kadarohman, A., (2007), Manajemen Laboratorium IPA,DEPAG RI; Jakarta. http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196305091987031-r._asep_kadarohman/manajemen_laboratorium_ipa_depag.pdf.
Mardhiah, Ainun., (2012), Pedoman Penyimpanan Zat Kimia Di Laboratorium Untuk Kesehatan Dan Keamanan, http://www.Ainun- Mardhiah.blogspot.com/Pedoman-Penyimpanan- Zat-Kimia-Di-Laboratorium-Untuk-Kesehatan-Dan-Keamanan.html.
Muchtaridi, Keselamatan kerja di laboratorium Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD http://www.keselamatankerjalaboratorium,pdf.
Situmorang, M., (2013), Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium, PPS Unimed, Medan.
The National Academies, Keselamatan dan keamanan laboratorium kimia, National Research Council, http://dels.nas.edu/resources/static-assets/bcst/miscellaneous/Quick-Guide-Indonesian.pdf. (Diakses tanggal 2 Agustus 2012).
Widjajanti, Endang., (2003), Pengelolaan Bahan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yokyakarta; Yokyakarta.
Sifat-Sifat Sistem Periodik
Sistem periodik unsur disusun dengan memperhatikan sifat-sifat unsur. Sifat-sifat periodik unsur adalah sifat-sifat yang berubah secara beraturan sesuai dengan kenaikan nomor atom unsur. Sifatsifat periodik unsur yang kita bahas meliputi jari-jari atom, energi ionisasi, afinitas elektron, dan keelektronegatifan.
1. Jari-Jari atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom sampai kulit elektron terluar yang ditempati elektron. Panjang pendeknya jari-jari atom tergantung pada jumlah kulit elektron dan muatan inti atom. Makin banyak jumlah kulit elektron maka jari-jari atom semakin panjang, dan bila jumlah kulit atom sama banyak maka yang berpengaruh terhadap panjangnya jari-jari atom ialah muatan inti. Semakin banyak muatan inti atom, makin besar gaya tarik inti atom terhadap elektronnya sehingga elektron lebih dekat ke inti.
Jadi, semakin banyak muatan inti, maka semakin pendek jari-jari atomnya. Unsur-unsur yang segolongan, dari atas ke bawah memiliki jari-jari atom yang semakin besar karena jumlah kulit yang dimiliki atom semakin banyak. Unsur-unsur yang seperiode, dari kiri ke kanan jari-jari atomnya semakin kecil. Hal itu disebabkan unsur-unsur yang seperiode dari kiri ke kanan memiliki jumlah kulit yang sama tetapi muatan intinya semakin besar.
Gambar 1 Hubungan Jari – Jari Atom dengan Nomor Atom
2. Energi ionisasi
Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan atom untuk melepaskan satu elektron yang terikat paling lemah dari suatu atom atau ion dalam wujud gas. Harga energi ionisasi dipengaruhi oleh besarnya nomor atom dan ukuran jari-jari atom. Makin besar jari-jari atom, maka gaya tarik inti terhadap elektron terluar makin lemah. Hal itu berarti elektron terluar akan lebih mudah lepas, sehingga energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terluar makin kecil.
Energi ionisasi kecil berarti mudah melepaskan elektron.
Energi ionisasi besar berarti sukar melepaskan elektron.
Energi ionisasi pertama digunakan oleh suatu atom untuk melepaskan electron kulit terluar, sedangkan energi ionisasi kedua digunakan oleh suatu ion (ion +) untuk melepaskan elektronnya yang terikat paling lemah. Untuk mengetahui kecenderungan energi ionisasi unsur-unsur dalam system periodik dapat dilihat pada daftar energi ionisasi pertama unsur-unsur dalam system periodik yang harganya sudah dibulatkan dan grafik kecenderungan energi ionisasi unsur-unsur yang terdapat pada gambar 2.
Gambar 2 Energi ionisasi pertama unsur-unsur dalam sistem periodik unsur (kj/mol)
Gambar 3 Hubungan Energi Ionisasi dengan Nomor Atom
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa energi ionisasi unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah makin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
3. Afinitas elektron
Afinitas elektron adalah besarnya energi yang dihasilkan atau dilepaskan oleh atom netral dalam bentuk gas untuk menangkap satu elektron sehingga membentuk ion negatif. Afinitas elektron dapat digunakan sebagai ukuran mudah tidaknya suatu atom menangkap elektron. Afinitas elektron dapat benilai negatif atau positif. Afinitas elektron bernilai negatif apabila terjadi pelepasan energi pada saat menangkap elektron. Sebaliknya, afinitas elektron berharga positif apabila terjadi penyerapan energi pada saat menangkap elektron. Semakin besar energi yang dilepas (afinitas elektron negatif), semakin besar kecenderungan untuk mengikat elektron menjadi ion negatif.
Untuk lebih memahami hal tersebut, perhatikan tabel berikut.
Tabel 1 Afinitas elektron unsur representative
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk golongan alkali tanah (IIA) dan gas mulia (VIIIA) afinitas elektronnya semuanya berharga positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa unsur-unsur golongan IIA dan VIIIA sukar menerima elektron. Afinitas electron terbesar ialah golongan halogen (VIIA). Artinya, unsur-unsur golongan VIIA paling mudah menangkap elektron dan terbentuk ion negatif yang stabil.
Afinitas elektron kecil berarti sukar menangkap elektron.
Afinitas elektron besar berarti mudah menangkap elektron.
Dari data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa afinitas elektron unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan suatu atom dalam menarik pasangan elektron yang digunakan bersama dalam membentuk ikatan. Semakin besar harga keelektronegatifan suatu atom, maka semakin mudah menarik pasangan elektron untuk membentuk ikatan, atau gaya tarik elektronnya makin kuat. Keelektronegatifan unsur ditentukan oleh muatan inti dan jari-jari atomnya.
Keelektronegatifan kecil berarti sukar menangkap elektron.
Keelektronegatifan besar berarti mudah menangkap elektron.
Nilai mutlak keelektronegatifan tidak dapat diukur, tetapi nilai relatifnya dapat dicari seperti dengan cara Pauling. Menurut Pauling, keelektronegatifan unsur gas mulia adalah nol. Artinya, gas mulia tidak mempunyai kemampuan untuk menarik elektron. Pauling menetapkan unsur Fluor (F) sebagai standard. Berdasarkan hal tersebut, dihitung nilai untuk unsur yang lain. Untuk melihat nilai-nilai keelektronegatifan unsur-unsur, perhatikan gambar 4 berikut.
Gambar 4 Kelektronegatifan unsur-unsur
Dari gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa keelektronegatifan unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
sumber : buku Kimia X (bse), Arifatun AS; Ari Harnanto dan Ruminten; Irvan Permana
1. Jari-Jari atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti atom sampai kulit elektron terluar yang ditempati elektron. Panjang pendeknya jari-jari atom tergantung pada jumlah kulit elektron dan muatan inti atom. Makin banyak jumlah kulit elektron maka jari-jari atom semakin panjang, dan bila jumlah kulit atom sama banyak maka yang berpengaruh terhadap panjangnya jari-jari atom ialah muatan inti. Semakin banyak muatan inti atom, makin besar gaya tarik inti atom terhadap elektronnya sehingga elektron lebih dekat ke inti.
Jadi, semakin banyak muatan inti, maka semakin pendek jari-jari atomnya. Unsur-unsur yang segolongan, dari atas ke bawah memiliki jari-jari atom yang semakin besar karena jumlah kulit yang dimiliki atom semakin banyak. Unsur-unsur yang seperiode, dari kiri ke kanan jari-jari atomnya semakin kecil. Hal itu disebabkan unsur-unsur yang seperiode dari kiri ke kanan memiliki jumlah kulit yang sama tetapi muatan intinya semakin besar.
Gambar 1 Hubungan Jari – Jari Atom dengan Nomor Atom
2. Energi ionisasi
Energi ionisasi adalah energi minimum yang diperlukan atom untuk melepaskan satu elektron yang terikat paling lemah dari suatu atom atau ion dalam wujud gas. Harga energi ionisasi dipengaruhi oleh besarnya nomor atom dan ukuran jari-jari atom. Makin besar jari-jari atom, maka gaya tarik inti terhadap elektron terluar makin lemah. Hal itu berarti elektron terluar akan lebih mudah lepas, sehingga energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terluar makin kecil.
Energi ionisasi kecil berarti mudah melepaskan elektron.
Energi ionisasi besar berarti sukar melepaskan elektron.
Energi ionisasi pertama digunakan oleh suatu atom untuk melepaskan electron kulit terluar, sedangkan energi ionisasi kedua digunakan oleh suatu ion (ion +) untuk melepaskan elektronnya yang terikat paling lemah. Untuk mengetahui kecenderungan energi ionisasi unsur-unsur dalam system periodik dapat dilihat pada daftar energi ionisasi pertama unsur-unsur dalam system periodik yang harganya sudah dibulatkan dan grafik kecenderungan energi ionisasi unsur-unsur yang terdapat pada gambar 2.
Gambar 2 Energi ionisasi pertama unsur-unsur dalam sistem periodik unsur (kj/mol)
Gambar 3 Hubungan Energi Ionisasi dengan Nomor Atom
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa energi ionisasi unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah makin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
3. Afinitas elektron
Afinitas elektron adalah besarnya energi yang dihasilkan atau dilepaskan oleh atom netral dalam bentuk gas untuk menangkap satu elektron sehingga membentuk ion negatif. Afinitas elektron dapat digunakan sebagai ukuran mudah tidaknya suatu atom menangkap elektron. Afinitas elektron dapat benilai negatif atau positif. Afinitas elektron bernilai negatif apabila terjadi pelepasan energi pada saat menangkap elektron. Sebaliknya, afinitas elektron berharga positif apabila terjadi penyerapan energi pada saat menangkap elektron. Semakin besar energi yang dilepas (afinitas elektron negatif), semakin besar kecenderungan untuk mengikat elektron menjadi ion negatif.
Untuk lebih memahami hal tersebut, perhatikan tabel berikut.
Tabel 1 Afinitas elektron unsur representative
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk golongan alkali tanah (IIA) dan gas mulia (VIIIA) afinitas elektronnya semuanya berharga positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa unsur-unsur golongan IIA dan VIIIA sukar menerima elektron. Afinitas electron terbesar ialah golongan halogen (VIIA). Artinya, unsur-unsur golongan VIIA paling mudah menangkap elektron dan terbentuk ion negatif yang stabil.
Afinitas elektron kecil berarti sukar menangkap elektron.
Afinitas elektron besar berarti mudah menangkap elektron.
Dari data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa afinitas elektron unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan suatu atom dalam menarik pasangan elektron yang digunakan bersama dalam membentuk ikatan. Semakin besar harga keelektronegatifan suatu atom, maka semakin mudah menarik pasangan elektron untuk membentuk ikatan, atau gaya tarik elektronnya makin kuat. Keelektronegatifan unsur ditentukan oleh muatan inti dan jari-jari atomnya.
Keelektronegatifan kecil berarti sukar menangkap elektron.
Keelektronegatifan besar berarti mudah menangkap elektron.
Nilai mutlak keelektronegatifan tidak dapat diukur, tetapi nilai relatifnya dapat dicari seperti dengan cara Pauling. Menurut Pauling, keelektronegatifan unsur gas mulia adalah nol. Artinya, gas mulia tidak mempunyai kemampuan untuk menarik elektron. Pauling menetapkan unsur Fluor (F) sebagai standard. Berdasarkan hal tersebut, dihitung nilai untuk unsur yang lain. Untuk melihat nilai-nilai keelektronegatifan unsur-unsur, perhatikan gambar 4 berikut.
Gambar 4 Kelektronegatifan unsur-unsur
Dari gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa keelektronegatifan unsur-unsur dalam satu golongan dari atas ke bawah semakin kecil, sedangkan unsur-unsur dalam satu periode dari kiri ke kanan semakin besar.
sumber : buku Kimia X (bse), Arifatun AS; Ari Harnanto dan Ruminten; Irvan Permana
Keamanan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kimia
Laboratorium adalah tempat staf pengajar, mahasiswa dan pekerja laboratorium melakukan eksprimen dengan bahan kimia, alat gelas dan alat khusus. Pada umumnya kecelakan kerja penyebab utamanya adalah kelalaian atau kecerobohan. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara membina dan mengembangkan kesadaran (attitudes) akan pentingnya K3 di laboratorium.
Keselamatan Kerja di Laboratorium, perlu diinformasikan secara cukup (tidak berlebihan) dan relevan untuk mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya.
Berikut adalah beberapa upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium:
1. Informasi dan Komunikasi K3
Adanya dokumentasi terkait dengan data keamanan bahan kimia (Material Safety Data Sheet) atau dalam bentuk lain yang praktis (poster/label dari produsen bahan kimia). Hal ini merupakan informasi acuan untuk penanganan dan pengelolaan bahan kimia berbahaya di laboratorium.
Adapun karakteristik bahan kimia, sbb :
- Bahan mudah meledak (explosive substances)
- Bahan mudah teroksidasi (oxidizing substances)
- Bahan mudah menyebabkan korosif
- Bahan mudah terbakar (flammable substances)
- Bahan yang tidak boleh dibuang ke lingkungan
- Bahan berbahaya (harmful substances)
- Bahan bersifat infeksi (infectious substances)
- Bahan bersifat korosif (corrosive substances)
2. Tata Aturan Umum bekerja di dalam Laboratorium
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bekerja di Laboratorium adalah :
- Tidak boleh makan dan minum
- Tidak boleh tidur
- Tidak boleh merokok
- Tidak boleh memasak, apalagi menggunakan peralatan laboratorium
Fasilitas mutlak yang harus ada di Laboratorium diantaranya adalah :
1) Safety Shower, berfungsi sebagai sarana pengaliran air bagi kondisi kritis tertentu.
2) Bak Cuci, berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.
3) Lemari Asam, berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya sirkulasi udara keluar ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja laboratorium.
4) Eye washer, merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan harus memenuhi standar air bersih.
5) Perlengkapan kerja, terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal ini mutlak terutama pada saat pengujian sampel.
6) Exhaust fan, diperlukan pada ruangan tertentu seperti ruang preparasi atau pada ruang penyimpanan bahan kimia
7) Pemadam kebakaran, Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR) yang merupakan paket media pemadam kebakaran dalam tabung bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran lainnya yaitu karung goni basah, pasir dan baju tahan api.
8) Alarm, berfungsi sebagai komunikasi bahaya
9) Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium, merupakan tanda yang dapat memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari ruang dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.
10) P3K, beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar, plester luka, kapas, antiseptic, kain kassa dll.
Untuk menjamin keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium, dibuatlah peraturan yang bertujuan untuk menjamin (Sunarto, 2008) :
a. Kesehatan , keselamatan dan kesejahteraan orang yang bekerja di laboratorium.
b. Mencegah orang lain terkena resiko terganggu kesehatannya akibat kegiatan di laboratorium.
c. Mengontrol penyimpanan dan penggunaan bahan yang mudah terbakar dan beracun
d. Mengontrol pelepasan bahan berbahaya (gas) dan zat berbau ke udara, sehingga tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Simbol Bahaya
Di lingkungan lab terdapat benda benda yang berbahaya berikut ini ada beberapa simbol bahaya yang harus dikenali :
Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan, oleh karena itu perlu penanganan khusus :
a. Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan .
b. Buang pada tempat yang disediakan
c. Limbah organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur ulang.
d. Limbah padat (kertas saring, korek api, endapan) dibuang ditempat khusus.
e. Limbah yang tidak berbahaya (misal : detergen) boleh langsung dibuang ,dengn pengenceran air yang cukup banyak.
f. Buang segera limbah bahan kimia setelah pengamatan selesai.
g. Limbah cair yang tidak larut dalam air dan beracun dikumpulkan pada botol dan diberi label yang jelas.
Kecelakaan kerja bisa saja terjadi meskipun telah bekerja dengan hati- hati. Bila hal itu terjadi maka perhatikan hal hal sebagai berikut :
a. Jangan panik .
b. Mintalah bantuan rekan anda yang ada didekat anda, oleh karenanya dilarang bekerja sendirian di laboratorium.
c. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung dengan bahan tersegut, bila memungkinkan bilas sampai bersih
d. Bila kena kulit, jangan digaruk , supaya tidak merata.
e. Bawa keluar ruangan korban supaya banyak menghirup oksigen.
f. Bila mengkawatirkan kesehatannya segera hubungi paramedik secepatnya.
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di dalamnya banyak tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila terjadi kebakaran maka :
a. Jangan panik
b. Segera bunyikan alarm tanda bahaya.
c. Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A, B atau C), padamkan dengan kelas pemadam yang sesuai ( Contoh kebakaran kelas B bensin, minyak tanah tidak boleh disiram dengan air)
d. Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker atau tutup hidung dengan sapu tangan.
e. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat.
f. Cari Bantuan Pemadam Kebakaran
Keselamatan Kerja di Laboratorium, perlu diinformasikan secara cukup (tidak berlebihan) dan relevan untuk mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya.
Berikut adalah beberapa upaya untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium:
1. Informasi dan Komunikasi K3
Adanya dokumentasi terkait dengan data keamanan bahan kimia (Material Safety Data Sheet) atau dalam bentuk lain yang praktis (poster/label dari produsen bahan kimia). Hal ini merupakan informasi acuan untuk penanganan dan pengelolaan bahan kimia berbahaya di laboratorium.
Adapun karakteristik bahan kimia, sbb :
- Bahan mudah meledak (explosive substances)
- Bahan mudah teroksidasi (oxidizing substances)
- Bahan mudah menyebabkan korosif
- Bahan mudah terbakar (flammable substances)
- Bahan yang tidak boleh dibuang ke lingkungan
- Bahan berbahaya (harmful substances)
- Bahan bersifat infeksi (infectious substances)
- Bahan bersifat korosif (corrosive substances)
2. Tata Aturan Umum bekerja di dalam Laboratorium
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bekerja di Laboratorium adalah :
- Tidak boleh makan dan minum
- Tidak boleh tidur
- Tidak boleh merokok
- Tidak boleh memasak, apalagi menggunakan peralatan laboratorium
Fasilitas mutlak yang harus ada di Laboratorium diantaranya adalah :
1) Safety Shower, berfungsi sebagai sarana pengaliran air bagi kondisi kritis tertentu.
2) Bak Cuci, berfungsi sebagai sarana pencucian peralatan dan pekerja.
3) Lemari Asam, berfungsi sebagai tempat bekerja khususnya saat proses pencampuran bahan kimia berbahaya. Adanya sirkulasi udara keluar ruangan mutlak dibutuhkan untuk menjamin lingkungan kerja pekerja laboratorium.
4) Eye washer, merupakan paket khusus pengaliran air pada mata pekerja yang terkena bahan kimia. Air yang dialirkan harus memenuhi standar air bersih.
5) Perlengkapan kerja, terdiri dari baju bekerja (jas lab), kacamata pengaman, sepatu tertutup, sarung tangan dan masker. Hal ini mutlak terutama pada saat pengujian sampel.
6) Exhaust fan, diperlukan pada ruangan tertentu seperti ruang preparasi atau pada ruang penyimpanan bahan kimia
7) Pemadam kebakaran, Selain Alat pemadam kebakaran ringan (APAR) yang merupakan paket media pemadam kebakaran dalam tabung bertekanan, juga perlu disediakan alat bantu pemadam kebakaran lainnya yaitu karung goni basah, pasir dan baju tahan api.
8) Alarm, berfungsi sebagai komunikasi bahaya
9) Petunjuk arah keluar ruangan laboratorium, merupakan tanda yang dapat memberikan informasi bagi pekerja laboratorium untuk keluar dari ruang dengan aman dan selamat apabila terjadi bahaya di laboratorium.
10) P3K, beberapa obat-obatan standar yang harus ada yaitu obat luka bakar, plester luka, kapas, antiseptic, kain kassa dll.
Untuk menjamin keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium, dibuatlah peraturan yang bertujuan untuk menjamin (Sunarto, 2008) :
a. Kesehatan , keselamatan dan kesejahteraan orang yang bekerja di laboratorium.
b. Mencegah orang lain terkena resiko terganggu kesehatannya akibat kegiatan di laboratorium.
c. Mengontrol penyimpanan dan penggunaan bahan yang mudah terbakar dan beracun
d. Mengontrol pelepasan bahan berbahaya (gas) dan zat berbau ke udara, sehingga tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Simbol Bahaya
Di lingkungan lab terdapat benda benda yang berbahaya berikut ini ada beberapa simbol bahaya yang harus dikenali :
Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan, oleh karena itu perlu penanganan khusus :
a. Limbah bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke lingkungan .
b. Buang pada tempat yang disediakan
c. Limbah organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur ulang.
d. Limbah padat (kertas saring, korek api, endapan) dibuang ditempat khusus.
e. Limbah yang tidak berbahaya (misal : detergen) boleh langsung dibuang ,dengn pengenceran air yang cukup banyak.
f. Buang segera limbah bahan kimia setelah pengamatan selesai.
g. Limbah cair yang tidak larut dalam air dan beracun dikumpulkan pada botol dan diberi label yang jelas.
Kecelakaan kerja bisa saja terjadi meskipun telah bekerja dengan hati- hati. Bila hal itu terjadi maka perhatikan hal hal sebagai berikut :
a. Jangan panik .
b. Mintalah bantuan rekan anda yang ada didekat anda, oleh karenanya dilarang bekerja sendirian di laboratorium.
c. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung dengan bahan tersegut, bila memungkinkan bilas sampai bersih
d. Bila kena kulit, jangan digaruk , supaya tidak merata.
e. Bawa keluar ruangan korban supaya banyak menghirup oksigen.
f. Bila mengkawatirkan kesehatannya segera hubungi paramedik secepatnya.
Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di dalamnya banyak tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila terjadi kebakaran maka :
a. Jangan panik
b. Segera bunyikan alarm tanda bahaya.
c. Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A, B atau C), padamkan dengan kelas pemadam yang sesuai ( Contoh kebakaran kelas B bensin, minyak tanah tidak boleh disiram dengan air)
d. Hindari menghirup asap secara langsung, gunakan masker atau tutup hidung dengan sapu tangan.
e. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat.
f. Cari Bantuan Pemadam Kebakaran
Referensi
Anonym, (2011), Hal – Hal Penyebab Kecelakaan di Laboratorium, http://chem-is-try.org/ Hal–Hal-Penyebab-Kecelakaan-di-Laboratorium.html.
Fitriani, Aulia., (2012), Kiat Menyimpan Alat dan Bahan Kimia di Lab, http:// Bapelkes-Cikarang.com/ Kiat-Menyimpan-Alat-dan-Bahan-Kimia-di-Lab.html.
Situmorang, M., (2013), Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium, Pasca Sarjana Pendidikan Kimia Unimed, Medan.
Sunarto, (2008), Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kimia, Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Yogyakarta, http://www.sunarto.wordpress.com/KeselamatanDanKesehatanKerjaLaboratoriumKimia.pdf
Tandra, Rian R,. (2012), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium, http://riantandra.wordpress.com/Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-(K3)-di-laboratorium.html.
Tresnaningsih, Erna., (2008), Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Kesehatan, www.depkes.go.id/kesehatankerjadilabkes.pdf.
Anonym, (2011), Hal – Hal Penyebab Kecelakaan di Laboratorium, http://chem-is-try.org/ Hal–Hal-Penyebab-Kecelakaan-di-Laboratorium.html.
Fitriani, Aulia., (2012), Kiat Menyimpan Alat dan Bahan Kimia di Lab, http:// Bapelkes-Cikarang.com/ Kiat-Menyimpan-Alat-dan-Bahan-Kimia-di-Lab.html.
Situmorang, M., (2013), Bahan Kuliah Pengelolaan Laboratorium, Pasca Sarjana Pendidikan Kimia Unimed, Medan.
Sunarto, (2008), Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kimia, Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Yogyakarta, http://www.sunarto.wordpress.com/KeselamatanDanKesehatanKerjaLaboratoriumKimia.pdf
Tandra, Rian R,. (2012), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium, http://riantandra.wordpress.com/Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-(K3)-di-laboratorium.html.
Tresnaningsih, Erna., (2008), Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium Kesehatan, www.depkes.go.id/kesehatankerjadilabkes.pdf.
Polimer
POLIMER
Indicator
§ Mengidentifikasi polimer alam dan polimer sintetik (karet, karbohidrat, protein, plastik)
§ Menjelaskan sifat fisik dan sifat kimia polimer
§ Menuliskan reaksi pembentukan polimer (adisi dan kondensasi) dari monomernya
§ Mendeskripsikan kegunaan polimer dan mewaspadai dampaknya terhadap lingkungan
A. Reaksi Polimerisasi
Gambar 1 Polimer terbentuk dari monomer melalui reaksi polimerisasi
1. Polimerisasi Adisi
Pembentukan teflon atau politetra fluoroetilena
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah reaksi antara dua gugus fungsional pada molekul-molekul monomer yang berinteraksi membentuk polimer dengan melepaskan molekul kecil (H2O, NH3).
Contoh: Pembentukan nilon 66.
Nilon 66 mempunyai massa molekul relatif ± 10.000 dan titik lelehnya ±250°C.
B. Penggolongan Polimer
Polimer dapat digolongkan berdasarkan asalnya, jenis monomer pembentuk, sifat dan kegunaan.
1. Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan menjadi polimer alam dan polimer sintetis.
a. Polimer Alam
Polimer alam adalah polimer yang telah tersedia di alam dan terbentuk secara alami. Contoh: Karet alam (poliisoprena)
Beberapa contoh polimer alam yang lain adalah protein, amilum, selulosa, glikogen, dan asam nukleat.
b. Polimer Sintetis
2. Berdasarkan Jenis Monomer
Berdasarkan jenis monomer penyusunnya, polimer dibedakan menjadi kopolimer dan homopolimer.
a. Kopolimer
Kopolimer adalah polimer yang tersusun dari monomer yang berbeda. Contoh: Dacron tersusun dari monomer asam tereftalat dan etanadiol.
Contoh kapolimer yang lain adalah saran, polietilena tereftalat, bakelit, nilon, dan karet nitril.
b. Homopolimer
Homopolimer adalah polimer yang tersusun dari monomer yang sama Contoh: PVC tersusun dari monomer vinil klorida.
Contoh homopolimer yang lain adalah polipropilena, polietilena, teflon, PVA
3. Berdasarkan Sifatnya terhadap Panas
Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dibedakan menjadi polimer termoseting dan polimer termoplas.
a. Polimer Termoseting
b. Polimer Termoplas
C. Beberapa Polimer dan Kegunanaannya
1. Plastik
Polimerisasi adisi dari monomer-monomer berikatan rangkap menghasilkan bermacam-macam plastik.
a. Polietilena
Polietilena merupakan polimer yang terbentuk dari polimerisasi adisi etena.
Sifat-sifat dan kegunaan polietilena adalah:
1) titik leleh 110°C,
2) melunak dalam air panas,
3) digunakan untuk botol fleksibel, film, pembungkus, dan isolator listrik.
b. Polipropilena
Polipropilena digunakan untuk membuat tali, botol, karung, dan sebagainya.
c. PVC
PVC (polivinilklorida) merupakan polimer jenis plastik yang tersusun dari vinil klorida melalui polimerisasi adisi.
PVC merupakan plastik yang keras, kaku, dan mudah rusak, dapat digunakan untuk membuat pipa, tongkat, dan pelapis lantai.
d. Teflon (PTFE)
Teflon tersusun dari monomer-monomer tetrafluorotena.
2) tahan terhadap panas,
3) tahan terhadap zat kimia, digunakan untuk alat-alat yang tahan terhadap bahan kimia, misalnya pelapis tangki bahan kimia, pelapis pancI antilengket.
e. Polistirena
Polistirena tersusun atas monomer stirena
Polistirena digunakan untuk membuat gelas minuman ringan, isolasi, dan untuk kemasan makanan.
f. PVA
PVA (polivinil asetat) tersusun dari monomer-monomer vinil asetat.
PVA digunakan untuk pengemulsi cat.
g. Polimetil Metakrilat (PMMA)
Polimetil metrakilat tersusun dari ester metil metakrilat.
h. Bakelit
Bakelit merupakan polimer termoseting yang tersusun dari fenol dan formaldehid.
Bakelit digunakan untuk pembuatan peralatan listrik.
2. Karet
a. Karet Alam
Karet alam tersusun dari monomer-monomer isoprena atau 2 metil 1,3 betadiena.
Gambar 3 Ban karet hasil ekstraksi lateks
b. Karet Sintetis
1) Neoprena (Kloroprena)
Neoprena tersusun dari monomer-monomer 2 kloro1,3 butadiena
2) Karet Nitril
Karet nitril tersusun dari monomer butadiena dan akrilonitril
Karet nitril memiliki sifat tahan terhadap bensin, minyak dan lemak, digunakan untuk membuat selang.
3) SBR
SBR (Styrena Butadiena Rubber) tersusun dari monomer stirena dan butadiena.
SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi untuk ban kendaraan bermotor.
3. Serat Sintetis
a. Nilon 66
Nilon 66 merupakan kopolimer dari heksa metilen diamina dengan asam adipat melalui polimerisasi kondensasi. Disebut nilon 66 karena masingmasing monomernya mengandung 6 atom karbon Nilon 66 bersifat kuat, ringan, dan dapat ditarik tanpa retak sehingga digunakan untuk membuat tali, jala, parasit, dan tenda.
b. Dacron
Dacron (polietilen tereftalat) merupakan kopolimer dari glikol dengan asam tereftalat melalui polimerisasi kondensasi.
c. Orlon
Orlon atau poliakrilonitril tersusun dari molekul akrilonitril.
Sifat dan kegunaan orlon adalah memiliki sifat yang kuat digunakan untuk karpet dan pakaian (kaos kaki, baju wol).
D. Dampak dan Penangan Limbah Polimer
Indicator
§ Mengidentifikasi polimer alam dan polimer sintetik (karet, karbohidrat, protein, plastik)
§ Menjelaskan sifat fisik dan sifat kimia polimer
§ Menuliskan reaksi pembentukan polimer (adisi dan kondensasi) dari monomernya
§ Mendeskripsikan kegunaan polimer dan mewaspadai dampaknya terhadap lingkungan
A. Reaksi Polimerisasi
Reaksi polimerisasi adalah reaksi penggabungan molekul-molekul sederhana (monomer) menjadi polimer (makromolekul). Reaksi polimerisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
Gambar 1 Polimer terbentuk dari monomer melalui reaksi polimerisasi
1. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi adalah penggabungan molekul-molekul yang berikatan rangkap membentuk rantai molekul yang panjang (polimer). Polimerisasi adisi dapat berlangsung dengan bantuan katalisator. Contoh : Pembentukan polietilena dari etena.
Pembentukan teflon atau politetra fluoroetilena
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah reaksi antara dua gugus fungsional pada molekul-molekul monomer yang berinteraksi membentuk polimer dengan melepaskan molekul kecil (H2O, NH3).
Contoh: Pembentukan nilon 66.
Nilon 66 mempunyai massa molekul relatif ± 10.000 dan titik lelehnya ±250°C.
B. Penggolongan Polimer
Polimer dapat digolongkan berdasarkan asalnya, jenis monomer pembentuk, sifat dan kegunaan.
1. Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan menjadi polimer alam dan polimer sintetis.
a. Polimer Alam
Polimer alam adalah polimer yang telah tersedia di alam dan terbentuk secara alami. Contoh: Karet alam (poliisoprena)
Gambar 2 Penyadapan getah pohon karet
Beberapa contoh polimer alam yang lain adalah protein, amilum, selulosa, glikogen, dan asam nukleat.
b. Polimer Sintetis
Polimer sintetis atau polimer buatan dibuat sebagai tiruan. Polimer sintetis meliputi plastik, karet sintetis, dan serat sintetis. Contohnya plastik polietilena, PVC, polipropilena, teflon, karet neoprena, karet SBR, nilon, dan tetoron.
2. Berdasarkan Jenis Monomer
Berdasarkan jenis monomer penyusunnya, polimer dibedakan menjadi kopolimer dan homopolimer.
a. Kopolimer
Kopolimer adalah polimer yang tersusun dari monomer yang berbeda. Contoh: Dacron tersusun dari monomer asam tereftalat dan etanadiol.
Contoh kapolimer yang lain adalah saran, polietilena tereftalat, bakelit, nilon, dan karet nitril.
b. Homopolimer
Homopolimer adalah polimer yang tersusun dari monomer yang sama Contoh: PVC tersusun dari monomer vinil klorida.
Contoh homopolimer yang lain adalah polipropilena, polietilena, teflon, PVA
3. Berdasarkan Sifatnya terhadap Panas
Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dibedakan menjadi polimer termoseting dan polimer termoplas.
a. Polimer Termoseting
Polimer termoseting artinya hanya dapat dipanaskan satu kali yaitu pada saat pembuatannya sehingga apabila pecah tidak dapat disambung kembali dengan pemanasan atau dicetak ulang dengan pemanasan. Polimer termoseting terdiri atas ikatan silang antarrantai sehingga terbentuk bahan yang
keras dan lebih kaku. Contoh polimer termoseting adalah bakelit dan melamin.b. Polimer Termoplas
Polimer termoplas dapat dipanaskan berulang-ulang karena polimer termoplas melunak bila Dipanaskan dan mengeras bila didinginkan sehingga apabila pecah dapat disambung kembali dengan pemanasan atau dicetak ulang dengan pemanasan. Polimer termoplas terdiri dari molekul-molekul rantai lurus atau bercabang dan tidak ada ikatan silang antarrantai seperti pada polimer termoseting.
Contoh: polietena, PVC, polistirena.C. Beberapa Polimer dan Kegunanaannya
1. Plastik
Polimerisasi adisi dari monomer-monomer berikatan rangkap menghasilkan bermacam-macam plastik.
a. Polietilena
Polietilena merupakan polimer yang terbentuk dari polimerisasi adisi etena.
Sifat-sifat dan kegunaan polietilena adalah:
1) titik leleh 110°C,
2) melunak dalam air panas,
3) digunakan untuk botol fleksibel, film, pembungkus, dan isolator listrik.
b. Polipropilena
Polipropilena memiliki sifat hampir sama dengan polietilena, hanya polipropilena lebih kuat dibanding polietilena. Polipropilena tersusun dari molekul-molekul propena.
Polipropilena digunakan untuk membuat tali, botol, karung, dan sebagainya.
c. PVC
PVC (polivinilklorida) merupakan polimer jenis plastik yang tersusun dari vinil klorida melalui polimerisasi adisi.
PVC merupakan plastik yang keras, kaku, dan mudah rusak, dapat digunakan untuk membuat pipa, tongkat, dan pelapis lantai.
d. Teflon (PTFE)
Teflon tersusun dari monomer-monomer tetrafluorotena.
Teflon bersifat sangat ulet, kenyal, tahan terhadap zat kimia, tak mudah terbakar, isolator listrik yang baik, dan mampu melumasi diri serta tidak menempel. Panci untuk memasak/menggoreng menggunakan pelapis teflon, sehingga tidak memerlukan minyak yang banyak, tidak mudah gosong, serta mudah mencucinya. Sifat dan kegunaan teflon adalah
1) titik leleh 327°C,2) tahan terhadap panas,
3) tahan terhadap zat kimia, digunakan untuk alat-alat yang tahan terhadap bahan kimia, misalnya pelapis tangki bahan kimia, pelapis pancI antilengket.
e. Polistirena
Polistirena tersusun atas monomer stirena
Polistirena digunakan untuk membuat gelas minuman ringan, isolasi, dan untuk kemasan makanan.
f. PVA
PVA (polivinil asetat) tersusun dari monomer-monomer vinil asetat.
PVA digunakan untuk pengemulsi cat.
g. Polimetil Metakrilat (PMMA)
Polimetil metrakilat tersusun dari ester metil metakrilat.
Polimetil metakrilat merupakan plastik bening, keras, tetapi ringan sehingga digunakan untuk pengganti gelas, misalnya kaca jendela pesawat terbang.
h. Bakelit
Bakelit merupakan polimer termoseting yang tersusun dari fenol dan formaldehid.
Bakelit digunakan untuk pembuatan peralatan listrik.
2. Karet
a. Karet Alam
Karet alam tersusun dari monomer-monomer isoprena atau 2 metil 1,3 betadiena.
Karet alam bersifat lunak, lekat, dan mudah dioksidasi. Agar menjadi lebih keras dan stabil dilakukan vulkanisasi, yaitu karet alam dipanaskan pada suhu 150°C, dengan sejumlah kecil belerang. Dengan cara ini ikatan rangkap pada karet terbuka kemudian terjadi ikatan jembatan belerang di antara rantai molekulnya. Karet diekstraksi dari lateks (getah pohon karet), hasil vulkanisirnya digunakan untuk ban kendaraan.
Gambar 3 Ban karet hasil ekstraksi lateks
b. Karet Sintetis
1) Neoprena (Kloroprena)
Neoprena tersusun dari monomer-monomer 2 kloro1,3 butadiena
Sifat dan kegunaan neoprena adalah tahan terhadap bensin, minyak tanah, dan lemak sehingga digunakan untuk membuat selang karet, sarung tangan, tapak sepatu, dan sebagainya.
2) Karet Nitril
Karet nitril tersusun dari monomer butadiena dan akrilonitril
Karet nitril memiliki sifat tahan terhadap bensin, minyak dan lemak, digunakan untuk membuat selang.
3) SBR
SBR (Styrena Butadiena Rubber) tersusun dari monomer stirena dan butadiena.
SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi untuk ban kendaraan bermotor.
3. Serat Sintetis
a. Nilon 66
Nilon 66 merupakan kopolimer dari heksa metilen diamina dengan asam adipat melalui polimerisasi kondensasi. Disebut nilon 66 karena masingmasing monomernya mengandung 6 atom karbon Nilon 66 bersifat kuat, ringan, dan dapat ditarik tanpa retak sehingga digunakan untuk membuat tali, jala, parasit, dan tenda.
b. Dacron
Dacron (polietilen tereftalat) merupakan kopolimer dari glikol dengan asam tereftalat melalui polimerisasi kondensasi.
c. Orlon
Orlon atau poliakrilonitril tersusun dari molekul akrilonitril.
Sifat dan kegunaan orlon adalah memiliki sifat yang kuat digunakan untuk karpet dan pakaian (kaos kaki, baju wol).
D. Dampak dan Penangan Limbah Polimer
Penggunaan polimer sintetis terutama plastik dapat menimbulkan masalah. Meskipun tidak beracun pembuangan limbah pabrik sangat mencemari tanah karena tidak terurai oleh mikroorganisme. Pembakaran plastik dan karet dapat mencemari udara karena menghasilkan gas-gas yang bersifat racun korosi seperti HCl, oksida-oksida belerang dan oksida-oksida karbon.
Untuk mencegah pencemaran akibat limbah polimer dapat dilakukan daur ulang. Limbah plastik dikumpulkan, dipisahkan, dilelehkan, dan dibentuk ulang menjadi bentuk-bantuk lain yang Bermanfaat. Selain dengan daur ulang, perlu dikembangkan jenis plastik yang terbiodegradasi agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
sumber : buku KIMIA 3 (bse) , Teguh Pangajuanto dan Tri Rahmidi
sumber : buku KIMIA 3 (bse) , Teguh Pangajuanto dan Tri Rahmidi
Jumat, 15 November 2013
Optimalisasi Pengelolaan Laboratorium Kimia Untuk Meningkatkan Kegiatan Akademik
Kegiatan pengelolaan laboratorium merupakan bagian yang penting sehingga harus ada dalam suatu laboratorium. Pengelolaan merupakan suatu proses pendayagunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu sasaran yang diharapkan secara optimal dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi sumber daya. (National Research Counci dalam Ainun Mardhiah, 2012)
Sistem organisasi yang baik, uraian kerja (job description) yang jelas, pemanfaatan fasilitas yang efektif, efisien, disiplin, dan administrasi laboratorium yang baik pula merupakan langkah – langkah yang dilakukan untuk mencapai fungsi laboratorium yang optimal.
Alat – alat yang canggih, bahan – bahan yang lengkap, dan staf/ asisten laboratorium yang professional tidak akan dapat mendukung proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan jika pada suatu laboratorium tidak ada pengelolaan (manajemen) laboratorium yang baik.
Setiap orang yang berhubungan dengan laboratorium baik pengguna dan pengelola memiliki tanggung jawab dan kesadaran untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Fungsi mengatur dan memelihara laboratorium dilaksanakan sebagai upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penanganannya bila terjadi kecelakaan.
Kunci keberhasilan laboratorium ditentukan oleh strategi pengelolaan yang meliputi beberapa aspek yaitu perencanaan, penataan, pengadministrasian/inventarisasi, serta pengamanan,perawatan dan pengawasan.
1. Perencanaan (Planning).
Perencanaan bukan sekedar mengatur kegiatan, melainkan juga menentukan indikator keberhasilan dalam setiap tahapan dari kegiatan yang direncanakan. Dalam pengelolaan laboratorium merencanakan kegiatan meliputi pelayanan praktikum, penelitian, pengadaan peralatan dan kebutuhan bahan, optimalisasi sumber daya, mencari sumber-sumber dana untuk kemandirian dan maintenance.
2. Mengatur (Organizing).
Merupakan upaya untuk menjalankan kegiatan laboratorium sebagaimana fungsinya. Pengaturan mencakup setting secara fisik dan regulating.
a. Setting
Setting merupakan suatu kegiatan pengaturan tata letak dan penataan yang mencakup penempatan mebeler, peralatan dan bahan kimia. Setting laboratorium hendaknya dapat memberikan dukungan yang optimal terhadap keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Setting ini perlu memperhatikan prinsip-prinsip keselamatan, efektivitas dan efisiensi, serta kemudahan pengawasan. Prinsip keselamatan dimaksudkan penempatan alat-alat dan bahan diusahakan sekecil mungkin memberikan resiko terjadinya kecelakaan. Prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan alat dimaksudkan bahwa penempatan alat memberikan kesempatan yang tinggi kepada mahasiswa untuk menggunakan alat sesuai peruntukkannya dalam mengembangkan keterampilan dasar laboratorium dengan hasil yang optimal.
b. Regulating
Regulating merupakan suatu pengaturan jadwal kegiatan dan penyusunan perangkat lunak untuk terlaksananya ketertiban dan keselamatan bekerja di laboratorium. Diantaranya adalah struktur organisasi, job description, diagram alur, penjadwalan, tata tertib, prosedur penggunaan alat, petunjuk praktikum dan prosedur keselamatan kerja.
3. Pengadministrasian/Inventarisasi
Pengadministrasian/inventarisasi merupakan suatu proses pendokumentasian seluruh sarana dan prasarana serta aktivitas laboratorium. Kegiatan administrasi laboratorium meliputi segala kegiatan administrasi yang ada di laboratorium, yaitu:
· Inventarisasi peralatan laboratorium
· Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat rusak, alat yang dipinjamkan
· Keluar masuk surat-menyurat
· Daftar pemakaian laboratorium, jadwal kegiatan laboratorium
· Daftar inventarisasi alat-alat meubelair (kursi, bangku, lemari, dll)
· Sistem evaluasi dan pelaporan.
Inventarisasi peralatan laboratorium dan bahan kimia sangat penting dan merupakan asset pendidikan yang sangat berharga sehingga harus dilakukan secara ketat, inventarisasi laboratorium bertujuan untuk:
· Mencegah terjadinya kehilangan dan penyalahgunaan;
· Mengurangi biaya operasional;
· Meningkatkan proses pekerjaan dan hasil;
· Meningkatkan kualitas kerja;
· Mengurangi resiko kehilangan, rusak dan pecah;
· Mencegah pemakaian yang berlebihan;
· Meningkatkan kerjasama dengan laboratorium lain;
· Mendukung terciptanya kondisi yang aman.
4. Pengamanan, perawatan dan pengawasan
a. Pengamanan
Ada beberapa prinsip umum pengamanan laboratorium meliputi:
1) Tanggung jawab
2) Penempatan alat dan bahan
3) Kerapian
4) Kebersihan laboratorium
5) Pertolongan pertama (First - Aid)
6) Pakaian
7) Dilarang berlari di laboratorium
8) Pintu-pintu
b. Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan bukan berarti alat harus disimpan dengan baik sehingga alatnya selalu utuh, akan tetapi alat harus tetap dipergunakan agar tahan lama, dan harus dilakukan perawatan dengan cara menyimpan alat pada tempat yang aman, menjaga kebersihan alat, dan penyusunan penyimpanan alat-alat yang berbentuk set. Dalam perawatan atau pemeliharaan alat perlu diketahui sifat-sifat dasar alat.
c. Pengawasan
Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Referensi
Anonim, (2013), Pengelolaan Laboratorium, http://www.m-edukasi.web.id/Pengelolaan Laboratorium _ Media Pendidikan.html akses
Mardhiah, Ainun., (2012), Strategi Pengelolaan Laboratorium Kimia, http://www.blogspot.com/Ainun Mardhiah/STRATEGI PENGELOLAAN LABORATORIUM KIMIA.htm
Simatupang, Nova., (2012), Pengelolaan Laboratorium Kimia, http://www.blogspot.com/ Nova Simatupang/Pengelolaan Laboratorium Kimia.htm akses
Situmorang, M., (2013), Pengantar Pengelolaan Laboratorium, Modul Pengelolaan Laboratorium, Prodi Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Medan
Soemanto, Imamkhasani., (1990), Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Sistem organisasi yang baik, uraian kerja (job description) yang jelas, pemanfaatan fasilitas yang efektif, efisien, disiplin, dan administrasi laboratorium yang baik pula merupakan langkah – langkah yang dilakukan untuk mencapai fungsi laboratorium yang optimal.
Alat – alat yang canggih, bahan – bahan yang lengkap, dan staf/ asisten laboratorium yang professional tidak akan dapat mendukung proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan jika pada suatu laboratorium tidak ada pengelolaan (manajemen) laboratorium yang baik.
Setiap orang yang berhubungan dengan laboratorium baik pengguna dan pengelola memiliki tanggung jawab dan kesadaran untuk mengatur, memelihara, dan mengusahakan keselamatan kerja. Fungsi mengatur dan memelihara laboratorium dilaksanakan sebagai upaya agar laboratorium selalu tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya menjaga keselamatan kerja mencakup usaha untuk selalu mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu bekerja di laboratorium dan penanganannya bila terjadi kecelakaan.
Kunci keberhasilan laboratorium ditentukan oleh strategi pengelolaan yang meliputi beberapa aspek yaitu perencanaan, penataan, pengadministrasian/inventarisasi, serta pengamanan,perawatan dan pengawasan.
1. Perencanaan (Planning).
Perencanaan bukan sekedar mengatur kegiatan, melainkan juga menentukan indikator keberhasilan dalam setiap tahapan dari kegiatan yang direncanakan. Dalam pengelolaan laboratorium merencanakan kegiatan meliputi pelayanan praktikum, penelitian, pengadaan peralatan dan kebutuhan bahan, optimalisasi sumber daya, mencari sumber-sumber dana untuk kemandirian dan maintenance.
2. Mengatur (Organizing).
Merupakan upaya untuk menjalankan kegiatan laboratorium sebagaimana fungsinya. Pengaturan mencakup setting secara fisik dan regulating.
a. Setting
Setting merupakan suatu kegiatan pengaturan tata letak dan penataan yang mencakup penempatan mebeler, peralatan dan bahan kimia. Setting laboratorium hendaknya dapat memberikan dukungan yang optimal terhadap keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Setting ini perlu memperhatikan prinsip-prinsip keselamatan, efektivitas dan efisiensi, serta kemudahan pengawasan. Prinsip keselamatan dimaksudkan penempatan alat-alat dan bahan diusahakan sekecil mungkin memberikan resiko terjadinya kecelakaan. Prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan alat dimaksudkan bahwa penempatan alat memberikan kesempatan yang tinggi kepada mahasiswa untuk menggunakan alat sesuai peruntukkannya dalam mengembangkan keterampilan dasar laboratorium dengan hasil yang optimal.
b. Regulating
Regulating merupakan suatu pengaturan jadwal kegiatan dan penyusunan perangkat lunak untuk terlaksananya ketertiban dan keselamatan bekerja di laboratorium. Diantaranya adalah struktur organisasi, job description, diagram alur, penjadwalan, tata tertib, prosedur penggunaan alat, petunjuk praktikum dan prosedur keselamatan kerja.
3. Pengadministrasian/Inventarisasi
Pengadministrasian/inventarisasi merupakan suatu proses pendokumentasian seluruh sarana dan prasarana serta aktivitas laboratorium. Kegiatan administrasi laboratorium meliputi segala kegiatan administrasi yang ada di laboratorium, yaitu:
· Inventarisasi peralatan laboratorium
· Daftar kebutuhan alat baru, alat tambahan, alat rusak, alat yang dipinjamkan
· Keluar masuk surat-menyurat
· Daftar pemakaian laboratorium, jadwal kegiatan laboratorium
· Daftar inventarisasi alat-alat meubelair (kursi, bangku, lemari, dll)
· Sistem evaluasi dan pelaporan.
Inventarisasi peralatan laboratorium dan bahan kimia sangat penting dan merupakan asset pendidikan yang sangat berharga sehingga harus dilakukan secara ketat, inventarisasi laboratorium bertujuan untuk:
· Mencegah terjadinya kehilangan dan penyalahgunaan;
· Mengurangi biaya operasional;
· Meningkatkan proses pekerjaan dan hasil;
· Meningkatkan kualitas kerja;
· Mengurangi resiko kehilangan, rusak dan pecah;
· Mencegah pemakaian yang berlebihan;
· Meningkatkan kerjasama dengan laboratorium lain;
· Mendukung terciptanya kondisi yang aman.
4. Pengamanan, perawatan dan pengawasan
a. Pengamanan
Ada beberapa prinsip umum pengamanan laboratorium meliputi:
1) Tanggung jawab
2) Penempatan alat dan bahan
3) Kerapian
4) Kebersihan laboratorium
5) Pertolongan pertama (First - Aid)
6) Pakaian
7) Dilarang berlari di laboratorium
8) Pintu-pintu
b. Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan bukan berarti alat harus disimpan dengan baik sehingga alatnya selalu utuh, akan tetapi alat harus tetap dipergunakan agar tahan lama, dan harus dilakukan perawatan dengan cara menyimpan alat pada tempat yang aman, menjaga kebersihan alat, dan penyusunan penyimpanan alat-alat yang berbentuk set. Dalam perawatan atau pemeliharaan alat perlu diketahui sifat-sifat dasar alat.
c. Pengawasan
Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Referensi
Anonim, (2013), Pengelolaan Laboratorium, http://www.m-edukasi.web.id/Pengelolaan Laboratorium _ Media Pendidikan.html akses
Mardhiah, Ainun., (2012), Strategi Pengelolaan Laboratorium Kimia, http://www.blogspot.com/Ainun Mardhiah/STRATEGI PENGELOLAAN LABORATORIUM KIMIA.htm
Simatupang, Nova., (2012), Pengelolaan Laboratorium Kimia, http://www.blogspot.com/ Nova Simatupang/Pengelolaan Laboratorium Kimia.htm akses
Situmorang, M., (2013), Pengantar Pengelolaan Laboratorium, Modul Pengelolaan Laboratorium, Prodi Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Medan
Soemanto, Imamkhasani., (1990), Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)